KEMBALI PULANG
Jakarta, Kamis 13 Maret 2025 pukul 9 pagi perjalananku bermula dari Gambir, Stasiun yang sudah menjadi saksi hidupku selama hampir 4 tahun di Jakarta setelah bekerja di salah satu perusahaan impian semua orang. Malamnya berbicara tentang "Semangat" entah hari itu yang aku bawa hanya rindu untuk pulang, berkirim pesan pada Bapak dan Mamah nan jauh di Kuningan sana. Ternyata waktu aku melaksanakan diklat kondisi kesehatan keduanya telah banyak menurun, Mamah sempat dirawat di Jakarta selama dua minggu, kutinggalkan sejenak Kota penuh hiruk pikuk kehidupan itu dengan Cimahi. Kewajiban baru yang sedang aku emban, sebelum berangkat diklat aku hanya bertukar pesan seadanya dengan keduanya. Tak kusangka banyak cerita tentang keluarga terlewatkan hingga dewasa ini.
Beberapa hari lalu mereka berbagi cerita kebahagiaan bahwa tanah impiannya sedang dibangun tempat singgah baru, dulu aku yakinkan mereka untuk membuat tempat singgah baru dengan atap sederhana dan bisa menatap bulan di malam hari. Kalau kita lelah di rantau, tempat ini bisa jadi tempat kita untuk pulang. Aku berandai dengan keduanya, kelak kalau pensiun aku buatkan kedai teduh di depan Rumah. Bapak selalu senang kalau aku pulang, Mamah selalu memasak hidangan sederhana di dapur. Tapi Ramadan ini mereka hanya pulang untuk beristirahat katanya.
Kuningan, Kamis 13 Maret 2025 pukul 1 siang. Turun dari kereta aku segera bergegas, melanjutkan perjalanan mengingat jarak Cirebon dan Kuningan masih satu jam lagi. Rasanya... ingin segera bertemu mereka mungkin karena kondisi kesehatanku juga sedang tidak stabil dan ingin segera meluruskan badan di Kamar masa kecilku dulu. Lebih dari itu, aku hanya ingin pulang menghirup bau hujan dari Kamar, melihat bentangan sawah di belakang Rumah, menemani Bapak jalan-jalan sore disekitar lapangan, mungkin memancing ikan di kolam belakang Rumah. Aku ingat sempat berhenti sejenak di rest area karena tidak terlalu kuat melanjutkan perjalanan ke Rumah. Bapak sudah menawarkanku untuk dijemput padahal, tapi aku memilih naik ojek online.
Belum sampai Rumah, mamah bertanya padaku sudah sampai mana. Aku sudah sampai di depan pintu ternyata, senang rasanya melihat keduanya masih ada di Rumah.
Aku membuka pintu Kamar kecil itu, aku lihat sekelilingnya, belum ada yang berubah di sini, semua masih sama, foto-foto dengan orang yang aku cinta di cermin dan dinding semua ciptaan tuhan yang paling tau bagaimana aku hidup di Jakarta, sepenggal surat ketika aku wisuda dari Amel teman baik ku waktu SMA, puisi singkat dengan harapan dan cita-cita orang tua di dalamnya, tak kusangka semua telah terwujud satu persatu dari 2018 hingga hari ini, ternyata aku titipkan semua dari Kota kecil ini kepada Jakarta. Dari kamar kecil ini, aku mulai merangkai cita-cita kecil bagaimana aku ingin menjadi Lulu sederhana dengan bintang kebanggaan dari orang tua-nya, sederhana saja anak tukang gado-gado dan cuci gosok ini ingin membuat Bapak, Mamah dan tetehnya tersenyum. Dari 2006 - saat ini belasan tahun sudah mengais keringat di Kota orang keduanya sukses mengantarkan kami dua wanita ke dunia nyata.
Tuhan, aku pernah lupa siapa aku di sana dan di sini, mohon ampun untuk segalanya.
Kuningan, Jumat 14 Maret 2025 hari itu Mamah memutuskan untuk tidak berpuasa karena kondisinya masih belum stabil jua. Mamah hanya pesan untuk aku minum obat dan makan teratur, karena yg dia tau anak perempuannya ini belum istirahat sempurna dari kepulangannya dari Cimahi, tanpa kusangka Mamah juga sedang sakit. Hariku aku isi dengan membaca sisa-sisa halaman pada buku, menulis beberapa hal di jurnal kecilku, menonton film favoritku. Siang hari ketika Bapak pergi jumatan hanya ada aku dan Mamah, duniaku terhenti sejenak...
Mamah terkulai lemas di atas kasur di depan ruang TV, badannya dingin, matanya sulit untuk dibuka, nafasnya tergesa, dia hanya ucap "maaf" aku ini bisa apa waktu itu? Tidak ada siapa-siapa di sini, jauh dari Rumah Sakit di sini, bahkan aku tidak bisa membawa Mamah kemana-mana, Mamah ingin minum tapi dia tak kuasa menelan air. Tuhan, pikiranku pergi entah kemana, aku hanya berdoa, hanya bisa berdoa, berdoa, berdoa dan berdoa memegang tangan Mamah sekuat tenaga, upayaku untuk menuntunnya ada di waktu ini. Tuhan aku belum siap, meskipun kau bilang bahwa semua makhluk yg bernyawa akan tiada. Lagi Mamah hanya ucap "Maaf, Lulu" "Maafin Mamah ya"
Sesungguhnya aku tidak mau menangis, tapi seluruh dunia tau bahwa Ibu adalah kunci doa kita, dan orang tua adalah kunci hidup kita. Sialnya, tangisku pecah bahkan sampai di UGD. Aku hanya memegang tangan Mamah sekuat tenaga, sampai alat-alat medis itu dipasang di badan kecil Mamah. Aku masih belum kuasa mengalihkan pikiranku ya allah, belum mampu aku hidup di dunia tanpa orang yang aku cinta, semua berkecamuk, tumpah ruah jadi satu, hingga nafasku ikut tergesa di UGD. Jadi apa aku di dunia tanpanya? Jadi apa aku? Aku belum bisa ini itu. Aku masih butuh peluk Mamah, doa Mamah, cinta Mamah, restu Mamah. Aku putuskan keluar dari UGD setelah Bapak ada. Duduk di depan UGD mencoba menenangkan diri, gemetar, lemas rasanya, aku dial satu nomor di bar favorit itu hanya tangis jua yg bisa dia dengar, dia memintaku menjelaskan tapi aku tidak mampu, tersesat aku dalam keadaan.
Semua memori tentang Mamah berputar di kepalaku, Mamah yang mengajariku dari SD, melahirkan kaka dengan sosok penuh bintang, belajar dari pagi hingga sore, mengantar kami mengaji di madrasah, kami yang selalu senang kalau Mamah pulang segera sebelum lebaran datang, Mamah yang ajari kami tidak gampang runtuh karena ada yg maha Esa yg selalu beri perlindungan dan jalan keluar, Mamah yg ajarkan kami perjuangan.
Mah, bahkan Lulu belum pernah urus siapapun masuk UGD
Mah, bahkan Lulu belum pernah merawat orang sakit hingga sembuh
Mah, bahkan Lulu masih belum balas cinta Mamah
Kuningan, 15 Maret 2025 hari ini Mamah sudah mulai membaik sudah bisa makan, tapi masih harus kami dampingi. Obat baru terus datang, tapi Mamah tetap semangat setiap harinya untuk segera pulang ke Rumah. Hari ini juga aku baru dengar satu ceritanya, tak pernah kusangka tapi itulah adanya. Hari ini Mamah bertemu dengan kawan-kawan SMP-ku. Aku sempat menghubungi mereka untuk rencana bertemu memang tapi ternyata kami dipersatukan di Ruangan Amethys 5 Rumah Sakit Permata. Mamah mungkin tidak ingat nama mereka, kecuali Shindy. Aku lihat Mamah masih lemas namun, dia tetap mendengarkan cerita kami semasa muda. Mamah mendengar cita-cita kami dulu hingga kini, perjalanan 18 sekawan di dalamnya. Mamah tersenyum simpul bahkan sesekali tertawa, aku bersyukur Mamah masih bersama kami hingga saat ini. Jumpa lagi Mamah besok ya!
Aku kembali pukul 8 malam ke Rumah, mengambil postcard yg kuisi dengan hal-hal baik selama aku datang di Kuningan.
Kemudian, di perjalanan tadi driver online yg kupesan memutar lagu "Kembali Pulang"
Kembali pulang tuk menenangi
Banyaknya luka yang berantakan
Peluk hangat sikap tuk sembuhkan
Kembali pulang bersama terang
Menghiasi diri merayakan
Genggaman tangan yang masih ada
Kembali pulang adalah makna untukku, ke tempat di mana aku dulu dilahirkan dan dibesarkan, menjadi Lulu dari Kota kecil dengan satu mimpi kecil dan sederhana. Menemukan kembali bahwa Kuningan adalah tempat di mana aku tumbuh dengan identitas-nya, mungkin tidak sempurna sampai hari ini, tapi kembali pulang bersama terang dengan genggaman tangan yang masih ada, mengajarkanku bahwa menghargai waktu dan seseorang adalah salah satu bentuk syukur di dunia. Ya tuhan, ampuni aku dengan segala sikapku yang jauh dari kata sempurna, pernah melukai perasaan manusia, dan mengecewakan manusia, jika aku sudah terlalu jauh melangkah dan pergi terlalu jauh dari Rumah, semoga selalu ada pengingat untukku, karena niscaya aku hanya ingin kembali pulang.
Doa terbaik datangnya dari Rumah.
2025 dan Kembali Pulang.
Komentar
Posting Komentar