Hujan di Jakarta: Cerita tentang dunia-nya


BAB PERTAMA

Hari ini hujan di Jakarta, menjelang maghrib atau entah aku lupa. Akhir-akhir ini manusia sedang ada dalam segala suasana. Hujan di Jakarta, seperti biasa menemani setiap sudutnya dengan gegap gempita. Tapi hanya ada satu manusia yang sedang mengejar mimpinya, hujan di Jakarta mengantarkan pada asa yang tertunda, menjelma jadi duka nestapa atau tangis bahagia. Hujan di Jakarta dan langkah kakinya,  mencoba meyakinkan kembali satu manusia yang sedang kecewa lewat usaha dan aksinya. Hujan di Jakarta, memercikan refleksi seperti air yang menjadi kaca. Hujan di Jakarta, yang jelas membawakan aku doa.

BAB KEDUA

Semenjak aku membuka buku yang paling aku suka, aku sadar bahwa wanita memang penuh makna. Tidak usah banyak bicara, namun tetap mempesona. Jeng Yah dan suasana Kota M pada masanya mengingatkanku pada nilai kebudayaan, dan sosok wanita yang sempurna. Aku sudah menamatkan bukunya, tapi serialnya tak kunjung aku pungkaskan. Jeng Yah, sosok wanita kuat dan teguh pendirian, Jeng Yah yang penuh perjuangan dan rasa kemanusiaan. Aku hanya tidak siap mengulang kembali, dan melihat kembali hari di mana Jeng Yah harus tetap berjalan lurus dengan tatapan kosong. Sementara yang dipegangnya hanya mimpi dan keyakinan yang kuat. Jeng Yah hidup dengan mimpinya, hidup dengan manis, pahit, dan asam kehidupan. Surabaya, Kudus, dan satu Stasiun indah di Jawa Tengah. Entah sejak kapan dunia membawaku pada suasana baru ini, tapi sejauh ini nilai positif selalu lebih banyak hadir dalam hidupku. Seperti satu paragraf pesan manis dalam lembar terakhir buku itu, semoga makin mencintai Indonesia dan memiliki jiwa Indonesia. Lembar pertama dan terakhir dari buku yang kumiliki selalu aku tuliskan beberapa kata manis yang jika aku baca kembali akan membuatku tersenyum tipis dan sadar dalam satu tulisan sederhana ada banyak cerita di dalamnya. Masih ingat perjalanan menyusuri Kota Gede dengan buku-buku manis di Rumah Pendopo itu, Yogya lebih dari sekedar Malioboro ternyata.

BAB KETIGA 

Pada kesempatan tak terduga, aku kehilangan beberapa orang penting. Suasana apakah ini? Asing. Kesana kemari mencari jawaban, ternyata setelah kutemukan jawabannya, sangat menohok hati dan pikiran. Tenang, kita sudah pernah belajar tentang sabar, dan menghargai waktu serta keadaan. Aku juga masih belajar, ketika aku melihat dunia, aku sadar kadang takdir membawa kita pada posisi baru. Bukan, bukan posisi baru tapi pelajaran baru. Jepang, mengajariku tentang mandiri dan berdiri sendiri. Negara ke-2 yang aku sambangi, belajar tentang menghormati dan mengeksplorasi diri lebih jauh lagi. Sejauh mana kaki ini melangkah, aku hanya punya satu prinsip dalam hidupku, yaitu mencoba hal baru tanpa mengubah jati diri kita yang sebenarnya. Bersinarlah, dengan karakter dan nilai yang kita miliki. 

BAB KEEMPAT

Hampir usai pendidikanku sekarang, lelahnya bukan main mencoba mengatur waktu, prioritas, dan kewajiban di waktu yang bersamaan. Lulu dan akademiknya memang tidak bisa dibendung. Begitu menggebunya dia dengan pendidikan serta keinginannya untuk jauh lebih bermanfaat bagi orang lain. Lulu manusia dengan suasana hangat atau dingin, kata orang sulit diprediksi. 
Katanya, dia suka menulis. 
Katanya, dia suka analisis. 
Katanya, dia suka bangunan tua di ujung jalan Surabaya. 
Katanya, dia suka alunan musik sederhana. 
Katanya, dia suka membaca. 
Katanya, dia suka bercerita. 
Katanya, dia suka suasana damai di alam. 
Katanya, dia lebih banyak punya baju dengan warna gelap.
Katanya, jazz mengubah dunianya.
Katanya, berjalan kaki adalah hal favoritnya.

Terlalu banyak katanya di sini, intinya untuk kesempatan yang lebih baik di dunia ini dia selalu terbuka. Menerima segala pendapat dengan bijaksana. Aku-pun masih belajar, masih jauh dari kata sempurna. Baik buruknya tolong saling mengingatkan. Urusan mimpinya tidak usah ditanya, dia sedang berusaha. Memantaskan diri, untuk mimpi yang ingin digapainya. Masa-masa ini memang sulit, tapi aku masih muda. Aku yakin, kita semua akan tersenyum bangga pada waktunya. Pada saat kita mewujudkan mimpi itu satu persatu. 

Aku? Bukan ini bukan hanya aku tapi orang yang selalu aku libatkan pada semuanya. Orang itu hadir, dan sudah banyak menyadarkanku pada pilihan-pilihan yang ada di dunia. Menyiramiku dengan pikiran positifnya. Membukakan pintu-pintu baru yang belum aku ketuk sebelumnya. Memberikanku kesempatan untuk bercerita dan menuliskan apa yang aku suka. 

BAB KELIMA

Masih aku tunggu, bab ini masih aku cari di mana ceritanya. Semoga aku terdengar seperti bercerita ya lewat tulisan ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JADILAH BESAR BESTARI

MONA LISA SMILE